Untuk Ayah

Ada saat ketika ketika hidup bersama,
dimana kau membuatku merasa aman,
di bawah guntur dan kilat yang karam.

Kau juga mengajariku cara menerbangkan layang-layang dan bersepeda,
meski tubuhku kerap terjatuh;
tetapi kau memiliki kesabaran yang tidak pernah sekalipun aku punya.

Aku menangkap burung-burung liar,
kukandangi mereka di sangkar-sangkar tua.
Tetapi kau memberi mereka kebebasan;
dibiarkannya mereka lepas tanpa alasan.

Ayah.

Aku suka suara kereta yang lewat di depan rumah.
Setiap suaranya membuatku berlari ke tepian sawah.

Bau kulitku yang terbakar matahari,
tak membuatmu menghindar;
kau selalu memelukku setiba aku pulang dari pengembaraan.

Mungkin kau tak tahu, bahwa aku juga kerap merindukan aroma dari keringatmu setelah bekerja seharian.

Aku seringkali menangis di malam hari dan membangunkanmu.
Kau datang dengan sedikit rasa lelah dan memberiku sedikit air. Aku terlelap lagi di pelukanmu sampai pagi.

Aku menyukai segala jenis pakaian-pakaian pahlawan.
Kerap kali aku merengek memintamu membelikanku semua itu. Aku ingin berlagak hebat di depanmu.

Dan kau tersenyum,
sebab mungkin aku adalah pahlawan kecilmu.

Apakah aku cukup membuatmu bangga? Dan sekarang aku harus memakai pakaianmu.

Sebab sekarang aku tahu,
bahwa engkaulah pahlawan itu;
pahlawan yang harus pergi selamanya-lamanya.

Di dalam kerinduan, aku mengingat pesan baikmu:

Ayah akan selalu menjadi milikmu. Bahkan ketika kau hancur lebur.

Ayah akan menjadi milikmu. Bahkan ketika kau tercuri dan tercaci.

Ayah akan menjadi milikmu. Bahkan ketika kamu tidak akan pernah lagi pulang mengetuk pintu rumah.

Dan ayah akan selamanya menjadi milikmu, Nak. Bahkan ketika ayah pergi.

candrasangkala

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.